Minggu, 21 Oktober 2012

Bunyi Kode Beep Pada Bios



KODE BEEP AWARD BIOS
No
Gejala
Diagnosa
Pesan/Peringatan Kesalahan
1
1 beep pendek
PC dalam keadaan baik
2
1 beep panjang
Problem di memori
3
1 beep panjang
2 beep pendek
Kerusakan di modul DRAM parity
4
1 beep panjang
3 beep pendek
Kerusakan di bagian VGA.
5
Beep terus menerus
Kerusakan di modul memori atau memori video




KODE BEEP IBM BIOS

No
Gejala
Diagnosa
Pesan/Peringatan Kesalahan
1
Tidak ada beep
Power supply rusak, card
monitor/RAM tidak terpasang

2
1 beep pendek
Normal POST dan PC dalam keadaan baik
3
beep terus menerus
Power supply rusak, card
monitor/RAM tidak terpasang
4
Beep pendek berulang-ulang
Power supply rusak, card
monitor/RAM tidak terpasang
5
1 beep panjang
1 beep pendek
Masalah Motherboard
6
1 beep panjang
 2 beep pendek
Masalah bagian VGA Card (mono)
7
1 beep panjang
3 beep pendek
Masalah bagian VGA Ccard (EGA).
8
3 beep panjang
Keyboard error
9
1 beep, blank monitor
VGA card sirkuit




KODE BEEP AMI BIOS

No
Gejala
Diagnosa
 Pesan/Peringatan Kesalahan
1
1 beep pendek
DRAM gagal merefresh
2
2 beep pendek
Sirkuit gagal mengecek
keseimbangan DRAM Parity (sistem memori)
3
3 beep pendek
BIOS gagal mengakses memori 64KB pertama.
4
4 beep pendek
Timer pada sistem gagal bekerja
5
5 beep pendek
Motherboard tidak dapat
menjalankan prosessor
6
6 beep pendek
Controller pada keyboard tidak dapat berjalan dengan baik
7
7 beep pendek
Video Mode error
8
8 beep pendek
Tes memori VGA gagal
9
9 beep pendek
Checksum error ROM BIOS
bermasalah
10
10 beep pendek
CMOS shutdown read/write
mengalami errror
11
11 beep pendek
Chache memori error
12
1 beep panjang 3 beep
pendek
Conventional/Extended memori
Rusak
13
1 beep panjang 8 beep
pendek
Tes tampilan gambar gagal









Kamis, 18 Oktober 2012

Kesehatan Dan Keselamatan Kerja







MODUL PEMBELAJARAN
BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN




MENERAPKAN PROSEDUR KESEHATAN, KESELAMATAN, DAN KEAMANAN KERJA (K3)




DAFTAR ISI


4.1             Latar Belakang.
4.2             Pengertian Ilmu Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja ( K3 )
4.3             Ergonamis
4.4             Praktek Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di Tempat Kerja
4.5             Pengevaluasian Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di Tempat Kerja     
4.5.1        Pengamatan di Lokasi



DAFTAR PUSTAKA



















MENERAPKAN PROSEDUR KESEHATAN,
KESELAMATAN, DAN KEAMANAN KERJA ( K3 )

Tujuan Instruksional Umum
·         Siswa mengetahui tentang prosedur kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ( K3 )
·         Siswa dapat menerapkan ilmu yang bersangkutan tentang prosedur kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ( K3 ) di tempat kerja.

Tujuan Instruksional Khusus
·         Siswa mengetahui definisi dari prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja( K3 )
·         Siswa mengetahui undang-undang tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
·         Siswa mengetahui prosedur kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja.
·         Siswa mengetahui informasi yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.
·         Siswa mengetahui peraturan-peraturan kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan teknologi informasi.
·         Siswa dapat membuat dokumentasi kesehatan dan keselamatan kerja.
·         Siswa mengetahui syarat-syarat ergonamis yang berlaku.
·         Siswa dapat memberikan masukan tentang keselamatan kerja di suatu lingkungan kerja.




4.1 Latar Belakang

Latar belakang dari diterapkannya Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja ( K3 ) adalah dari standarisasi yang telah diterapkan di dunia kerja internasional.

Semakin berkembangnya dunia industri di dunia, telah mendorong para pekerja untuk bekerja lebih giat sesuai dengan kebutuhan pasar. Namun hal itu tidak jarang menyebabkan pekerja menjadi cidera. Cidera yang terjadi di lapangan sangat beragam, dari cidera otot sampai yang menghasilkan korban jiwa. Dengan terganggunya perkembangan manusia sebagai salah satu modal utama pembangunan, maka negara-negara berkembang pada saat itu mulai peduli tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan pekerja di negaranya tersebut.

Prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja berawal dari OSH ( Occupational Safety and Health ) yaitu: sebuah ilmu disiplin yang peduli dan melindungi keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan orang yang bekerja di tempat kerja.

Sejak tahun 1950 ILO ( International Labour Organization ) dan WHO ( World Health Organization ) telah menetapkan definisi umum dari kesehatan kerja, yaitu: Kesehatan kerja harus mencapai peningkatan dan perawatan paling tinggi di bidang fisik, sosial sebagai seorang pekerja di bidang pekerjaan apapun; pencegahan bagi setiap pekerja atas pengurangan kesehatan karena kondisi kerja mereka, perlindungan bagi pekerja untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan mereka; penempatan dan perawatan bagi pekerja di lingkungan kerja sesuai dengan kemapuan fisik dan psikologi dari pekerja dan meringkas adaptasi dari setiap pekerja ke pekerjaannya masing-masing.



Tujuan awal dari pendirian standard keselamatan dan kesehatan di tempat kerja antara lain:
·               Moral – Seorang pekerja seharusnya tidak mempunyai resiko terluka pada saat kerja atau yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
·               Ekonomi – Dengan mengurangi biaya yang harus dibayar jika terjadi kecelakaan di tempat kerja; seperti gaji, denda, kompensasi kerusakan, waktu investigasi, kurang produksi, kehilangan semangat dari pekerja, pembeli atau pihak lainnya.
·               Legal – Mendorong hukum agar menerapkan peraturan resmi agar dapat dipatuhi oleh banyak pihak.

Beberapa resiko yang biasa dimiliki oleh pekerja:
·               Resiko fisik ( terpeleset dan tersandung, jatuh dari ketinggian, transportasi tempat kerja, mesin yang berbahaya, listrik, kebisingan, getaran, radiasi ion ).
·               Resiko kimia ( cairan pelarut, metal berat )
·               Resiko psikologi ( stress, kekerasan, pemerasan )
·               Resiko lingkungan ( temperatur, kelembapan, cahaya )
·               Resiko cidera otot ( lingkungan kerja yang tidak ergonamis )
·               Dll

Setelah adanya OSH disusunlah Occupational Safety and Health Act yang ditandatangani oleh President Richard M. Nixon pada tanggal 29 Desembar 1970. Undang-undang ini menjadi pencetuas berdirinya badan NIOSH ( National Institute for Occupational Safety and Health ) dan OSHA ( Occupational Safety and Health Administration ).

Act ini dalah diketemukan di United States Code di judul ke 29 pada bab 15. OSHA ini secara garis besari diciptakan untuk melindungi keamanan pekerja




dan tempat kerjanya. Tujuan utamanya adalah untuk menjamin bahwa pekerja mengerjakan tugasnya dengan lingkungan yang bebas bahaya bagi kesehatan dan keselamatan mereka, seperti bahan kimia beracun, bunyi berisik yang mengganggu, gangguan mekanik, kepanasan atau kedinginan atau lingkungan yang kotor.

Isi dari OSHA itu terdiri dari beberapa point, yaitu:
·               by encouraging employers and employees in their efforts to reduce the number of occupational safety and health hazards at their places of employment, and to stimulate employers and employees to institute new and to perfect existing programs for providing safe and healthful working conditions;
         Mendorong para pemilik dan pekerja perusahaan agar berusaha untuk mengurangi tingkat resiko di lingkungan kerja mereja dan memancing mereka untuk menyempurnakan program yang mendukung keselamatan dan kesehatan  pekerja yang sudah ada.

·               by providing that employers and employees have separate but dependent responsibilities and rights with respect to achieving safe and healthful working conditions;
         Menyediakan hak dan kewajiban yang terpisah dengan rasa hormat untuk tercapainya keamanan dan keselamatan kondisi kerja.

·               by authorizing the Secretary of Labor to set mandatory occupational safety and health standards applicable to businesses affecting interstate commerce, and by creating an Occupational Safety and Health Review Commission for carrying out adjudicatory functions under the Act;
         Dengan memberikan otoritas kepada sekretaris pekerja untuk memandatkan pengimplementasian kesehatan dan keselamatan kerja standard yang diterapkan ke bisnis dan mempengaruhi antar usaha, dan dengan menciptakan jabatan yang mengurusi kesehatan dan keselamatan kerja untuk memberikan fungsi keputusan di dalam kegiatan ini.

·               by building upon advances already made through employer and employee initiative for providing safe and healthful working conditions;
         Dengan membangun dengan baik inisiatif dari pekerja dan pemilik perusahaan untuk menyediakan kondisi kerja yang aman dan sehat.

·               by providing for research in the field of occupational safety and health, including the psychological factors involved, and by developing innovative methods, techniques, and approaches for dealing with occupational safety and health problems;
         Dengan menyediakan penelitian di bidang keselamatan dan kesehatan termasuk di faktor psikologi, dengan  mengembangkan metoda, teknik dan pendekatan yang inovatif dalam menyelesaikan permasalahan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

·               by exploring ways to discover latent diseases, establishing causal connections between diseases and work in environmental conditions, and conducting other research relating to health problems, in recognition of the fact that occupational health standards present problems often different from those involved in occupational safety;
         Dengan mencari cara untuk mengetahui penyakit tersembunyi, memperlihatkan keadaan hubungan umum di antara penyakit dan kerja di lingkungan, dan mengadakan penelitian lain yang berhubungan dengan permasalahan kesehatan, untuk mengenali fakta bahwa penerapan standard kesehatan yang sekarang sering berbeda dari yang berada di dalam penerapan keselamatan.

·               by providing medical criteria which will assure insofar as practicable that no employee will suffer diminished health, functional capacity, or life expectancy as a result of his work experience;
         Dengan menyediakan kriteria kesehatan yang akan menjamin bahwa pegawai tidak akan menderita penurunan kesehatan, kapasitas fungsional atau pengharapan hidup sebagai hasil dari pengalaman kerja.

·               by providing for training programs to increase the number and competence of personnel engaged in the field of occupational safety and health;
         Dengan menyediakan program latihan untuk meningkatkan angka dan kompetensi dari setiap individu yang menerapkan keselamatan kerja dan kesehatan.

·               by providing for the development and promulgation of occupational safety and health standards;
         Dengan menyediakan pengembangan dan penyebaran  dan penerapan standard keselamatan dan kesehatan.

·               by providing an effective enforcement program which shall include a prohibition against giving advance notice of any inspection and sanctions for any individual violating this prohibition;
         Dengan menyediakan program pelaksanaan yang efektif yang meliputi perijinan yang menentang pemberian pemberitahuan tingkat lanjut dari inspeksi atau sangsi apa pun dari individual yang melanggar ketentuan yang berlaku.

·               by encouraging the States to assume the fullest responsibility for the administration and enforcement of their occupational safety and health laws by providing grants to the States to assist in identifying their needs and responsibilities in the area of occupational safety and health, to develop plans in accordance with the provisions of this Act, to improve the administration and enforcement of State occupational safety and health laws, and to conduct experimental and demonstration projects in connection therewith;
         Dengan mendukung pemerintahan setempat untuk mengambil tanggung jawab tertinggi dari administrasi dan proses penerapan dari hokum kesehatan dan keselamatan dengan menyediakan hak untuk pemerintah setempat untuk mengidentifikasikan kebutuhan mereka dan bertanggung jawab di area penerapan keselamatan dan kesehatan kerja, untuk mengembangkan perencanaan dalam persetujuan untuk penetapan kegiatan ini, untuk meningkatkan administrasi dan pelaksanaan dari penerapan hukum keselamatan dan kesehatan kerja, dan memimpin projek percobaan dan pendemonstrasian bersama dengan itu.

·               by providing for appropriate reporting procedures with respect to occupational safety and health which procedures will help achieve the objectives of this Act and accurately describe the nature of the occupational safety and health problem;
         Dengan menyediakan prosedur pelaporan yang tepat dengan hormat unuk penerapan keselamatan dan kesehatan kerja yang di mana prosedur tersebut akan membantu tujuan dari kegiatan ini dan secara tepat menggambarkan kesulitan yang sering terjadi di penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
·               by encouraging joint labor-management efforts to reduce injuries and disease arising out of employment.
         Dengan meningkatkan kebersamaan antara pekerja dan manajemen sebagai usaha untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit yang meningkat di kalangan pekerja.

Di dalam OSHA terdapat persyaratan yang harus dilaksanakan sebelum melakukan pekerjaan, persyaratan itu antara lain:
·               Each employer shall furnish to each of his employees employment and a place of employment which are free from recognized hazards that are causing or are likely to cause death or serious physical harm to his employees;
Perusahaan harus melengkapi setiap individu pekerjanya dan menempatkan mereka di area yang bebas dari bahaya yang akan menyebabkan kematian atau bahaya bagi fisik mereka.



·               Each employer shall comply with occupational safety and health standards promulgated under this Act.
Perusahaan mengikuti penerapan standarisasi keselamatan dan kesehatan yang diumunkan di kegiatan ini.

·               Each employee shall comply with occupational safety and health standards and all rules, regulations, and orders issued pursuant to this Act which are applicable to his own actions and conduct.
Setiap individu pekerja harus mengikuti standard peraturan, regulasi dan pengumuman penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dari kegiatan ini yang dipakai untuk kegiatan dia sendiri dan berhubungan.


4.2 Pengertian Ilmu Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja ( K3 )

Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 ) merupakan bagian dari ilmu Kesehatan Masyarakat. Keilmuan K3 merupakan perpaduan dari multidisiplin ilmu antara ilmu-ilmu kesehatan, ilmu perilaku, ilmu alam, teknologi dan lain-lain baik yang bersifat kajian maupun ilmu terapan dengan maksud menciptakan kondisi sehat dan selamat bagi pekerja, tempat kerja, maupun lingkungan sekitarnya, sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Perkembangan dan kebutuhan ilmu/keahlian K3 berkembang sangat pesat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), percepatan pembangunan melalui industrialisasi serta tuntutan kebutuhan pekerjaan yang semakin meningkat dalam hal efisiensi, produktivitas, tingkat kesehatan dan keselamatan. Perkembangan ini semakin dipacu dengan kebijakan dari Pemerintah yang mendukung pendidikan tinggi untuk membuka program pendidikan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan pendekatan yang bersifat multidisipliner. Kebijakan di tingkat internasional dengan telah dilansirnya ISO 18000 juga semakin mendorong percepatan ini.
Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 ) bertujuan agar para pekerja di lingkungan kerjanya masing-masing selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat dan terutama bekerja secara produktif dalam meningkatkan kinerja Perusahaan serta meningkatkan kesejahteraan Karyawan Perusahaan. Demikian pula untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kemauan serta kerja sama para karyawan agar menjunjung tinggi peraturan-peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja demi kesejahteraan Perusahaan yang berarti kesejahteraan keluarga karyawan. Dengan keadaan karyawan melaksanakan kegiatan operasinya dengan aman, nyaman, handal dan efisien, sehingga kerugian Perusahaan dapat dicegah dan dikurangi.

Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu kegiatan preventif untuk mencegah hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan pekerja di lapangan. Isi dari Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, antara lain:
·               Pembebanan dan pengangkutan material yang minimal
·               Mempunyai ruang gerak yang aman dan tidak licin
·               Mempunyai ruang yang cukup luas untuk peletakan antar mesin dan peralatan
·               Tersedianya fasilitas untuk efakuasi di lapangan kerja
·               Tersedianya ruangan yang terisolasi khusus untuk pengerjaan proses yang berbahaya
·               Tersedianya peralatan pencegah kebakaran disetiap mesin dan peralatan.










Perkembangan ilmu K3 juga didasari oleh undang-undang No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, yang berisi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA

BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. "Tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut;

2. "Pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

3. "Pengusaha" ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan
untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat
kerja;
c. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang mewakili berkedudukan di
luar Indonesia.

4. "Direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini.

5. "Pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

6. "Ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.


BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2

1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a) dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan
atau peledakan;
b) dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau
disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c) dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan.


d) dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan
lapangan kesehatan;
e) dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau
bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di
permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f) dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat,
melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g) dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun atau gudang;
h) dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i) dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j) dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah;
k) dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l) dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m) terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n) dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o) dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi,
atau telepon;
p) dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q) dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r) diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3

1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

2. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Pasal 4

1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

2. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.

3. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.










BAB IV

PENGAWASAN

Pasal 5

1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.

2. Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6

1. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.

2. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

3. Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7

Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.



Pasal 8

1. Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

2. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.

3. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.

BAB V

PEMBINAAN

Pasal 9

1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerja;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
X TKJ B



3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

4. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Pasal 10


1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

2. Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.










BAB VII

KECELAKAAN

Pasal 11

1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

BAB VIII

KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA

Pasal 12

Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja;
b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan
keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.



BAB IX

KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA

Pasal 13

Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

BAB X

KEWAJIBAN PENGURUS

Pasal 14

Pengurus diwajibkan :

a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempattempat yang mudah dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI

KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
2. Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16

Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undangundang ini.

Pasal 17

Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.






Pasal 18

Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970

Sekretaris Negara Republik
Indonesia,


ALAMSYAH










Daftar Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lainya dan berlaku di Indonesia antara lain:

·     UNDANG-UNDANG

  1. Undang-undang Nomor 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
  2. Undang-undang Uap Tahun 1930 (STOOM ORDONNANTIE)

·     PERATURAN PEMERINTAH

  1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
  4. Peraturan Uap Tahun 1930 (STOOM VERORDENING)

·     KEPUTUSAN PRESIDEN

  1. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja

·   KEPUTUSAN DAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA &/ATAU MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

  1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep-75/MEN/2002 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor: SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (Puil 2000) di Tempat Kerja
  2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
  3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-187/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
  4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan Barang
  5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
  6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan Dan Pemeriksaan Kecelakaan
  7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja
  8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata Kerja Dokter Penasehat
  9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
  10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
  11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1992 tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
  12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-245/MEN/1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional
  13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
  14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
  15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1989 tentang Kwalifikasi Dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat
  16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1988 tentang Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap
  17. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan Kerja
  18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
  19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1985 tentang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pemakaian Asbes
  20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut
  21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi
  22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik
  23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
  24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1982 tentang Kwalifikasi Juru Las
  25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1982 tentang Bejana Tekanan
  26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
  27. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
  28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
  29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1980 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
  30. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Paramedis Perusahaan
  31. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja
  32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1978 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Penerbangan Dan Pengangkutan Kayu
  33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1976 tentang Wajib Hyperkes Bagi Dokter Perusahaan

·   INSTRUKSI DAN SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA &/ATAU MENTERI TENAGA KERJA TRANSMIGRASI

  1. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 11/M/BW/1997 tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
  2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-01/MEN/1997 tentang Ambang Batas Faktor Kimia Di Udara Lingkungan Kerja

·     KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

  1. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep-311/BW/2002 Tentang Pemberlakuan Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik
  2. Keputusan Direktur Jenderal Binawas No. Kep-407/BW/1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift
4.3 Ergonamis

Salah satu syarat yang menjamin terjalannya prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja adalah terpenuhnya syarat ergonomis di tempat kerja.

Terdapat beberapa pengertian ergonomi, antara lain:
·               Ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu ”ergo” yang artinya kerja dan ”nomos” yang artinya hukum alam, dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikology, engineering, manajemen dan design.
·               Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tubuh manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan dengan memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem dengan baik, dengan demikian manusia dapat melakukan pekerjaan dengan nyaman, aman, dan efektif sehingga mencapai produktifitas yang optimal.

Tujuan dari ergonomi adalah untuk memaksimalkan perancangan terhadap produk, alat dan ruangan dalam kaitannya dengan anthropometri secara integral, sehingga mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh dalam menghadapi permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan technology dan produk-produknya, sehingga dimungkinkan rancangan sistem manusia ( technology ) dapat menjadi optimal.

Terdapat beberapa aspek dari ergonomis yang harus dipertimbangkan, antara lain adalah:
·               Sikap dan posisi kerja
Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang terkadang-kadang cenderung tidak mengenakkan dan kadang-kadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menyebabkan pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari hal tersebut di atas terdapat beberapa pertimbangan ergonomis, seperti:
·               Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi yang sering atau jangka waktu lama.
·               Operator seharusnya menggunakan jarak jangkauan normal.
·               Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring.
·               Operator tidak seharusnya bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas level siku yang normal.

·               Anthropometri dan dimensi ruang kerja
·               Persyaratan ergonomis mensyaratkan agar supaya peralatan dan fasilitas kerja sesuai dengan orang yang menggunakan khususnya menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum atau minimum

Ergonomi tidak pernah lepas dari Anthropometri. Anthropometri berasal dari ”antro” yang berarti manusia dan ”metri” yang berarti ukuran. Jari secara garis besar anthropometri dapat didefinisikan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia.
                                                   
Anthropometri adalah sekumpulan data numerik yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik tubuh manusia, seberti: ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah design.

Tujuan dari anthropometri adalah sebagai acuan yang ergonomis dalam segala hal yang memerlukan interaksi manusia, dalam aplikasinya mengenai perancangan area, alat, produk, maupun stasiun kerja, yang berkaitan dengan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat, sehingga para pengguna alat atau ruangan fisik tersebut cocok, dan diharapkan akan meningkatkan produktivitas.
Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:
·               Perancangan area kerja
·               Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas, dsb.
·               Perancangan produk-produk konsumtif, seperti pakaian, kursi dan meja komputer
·               Perncangan lingkungan kerja fisik



Perancangan dengan menggunakan data anthropometri secara umum sekurang-kurangnya 90%-95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai. Rancagan ini dimaksudkan agar sebagian besar dalam kelompok pemakai dapat menggunakan alat tersebut. Rancangan produk yang dapat diatur secara fleksibel akan jelas memberikan kemudahan dalam operasinya, sehingga dapat dipergunakan meskipun oleh dimensi tubuh yang berbeda-beda. Diharapkan anthropometri dapat digunakan dalam aplikasi alat-alat yang dipakai secara nyaman oleh sebagian besar pemakai.

Data anthropometri yang akan digunakan dipilih berdasarkan kesesuaian kegunaannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia yang secara otomatis akan mempengaruhi tingkat kenyamanan pengguna fasilitas kerja, yaitu:
·               Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Setelah itu tidak lagi akan terjadi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berbah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
·               Jenis kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, kecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
·               Suku/bangsa
Setiap suku bangsa memiliki kekhasan dimensi fisik tersendiri.
·               Posisi tubuh






Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu, posisi tubuh standard harus diterapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran, yaitu:
o      Pengukuran dimensi struktur tubuh ( structural body dimension )
         Di sini tubuh diukur dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak ( tetap tegak sempurna ). Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya.

o      Pengukuran dimensi fungsional tubuh ( functional body dimensions )
         Di sini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat pula beberapa faktor, seperti:
·               Cacat tubuh
Data Anthropometri di sini diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat.
·               Kehamilan
Data anthropometri di sini diperlukan untuk perancangan produk yang sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh saat hamil.
·               Tebal-tipisnya pakaian
Iklim yang berbeda memberikan variasi yang berbeda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.



Pengukuran dibagi dua, yaitu:
·               Pengukuran dimensi struktur tubuh
Di sini tubuh diukur dalam berbagai posisi standard badan tidak bergerak, seperti berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, dll. Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5% atau 95%.
·               Pengukuran dimensi fungsional tubuh
Di sini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan.

Dengan menciptakan ruang kerja yang ergonomis, maka akan dapat mengurangi kelelahan yang dapat menurunkan kinerja dari pekerja itu sendiri. Kelelahan yang mungkin terjadi dapat dibagi menjadi 4 macam: kelelahan visual, kelelahan monoton, kelelahan fisik dan kelelahan mental.

4.4 Praktek Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di Tempat Kerja

Seperti yang sudah dibahas di atas dapat dilihat bahwa kesehatan, keselamatan dan keamanan di tempat kerja merupakan hal yang tidak dapat disepelekan. Dapat dilihat dari jumlah kecelakaan yang sering terjadi di tempat kerja dan penyakit-penyakit yang sering diderita oleh pekerja karena pekerjaannya.

Hal itu semua dapat dicegah jika ada kerjasama dari 2 pihak utama di dunia kerja, yaitu:
·           Perusahaan:
o   Menyediakan tempat kerja yang “bebas resiko”
o   Dapat mencari bantuan konsultasi dan identifikasi
o   Tidak dapat menghukum karyawan
·           Pegawai:
o   Mematuhi standard yang sudah ada
o   Melaporkan masalah kepada atasan
o   Dapat menuntut keamanan
Komitmen dari manajemen perusahaan merupakan kunci dari tercapainya keadaan produktif penuh di perusahaan, badan khusus yang menangani tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja harus terdapat di setiap perusahaan yang berpegawai lebih dari 100 orang. Badan tersebut bertugas untuk menganalisa kecelakaan kejadian dan menetapkan tujuan spesifik keselamatan yang dapat dicapai.

Badan khusus tersebut menganalisah penyebab kurangnya tingkat produktif yang terdapat di perusahaan, yang pada umumnya terjadi atas beberapa faktor umum:
·           Kejadian yang tidak terduga
·           Kondisi kerja rawan kecelakaan
o   Pengoperasian peralatan yang sudah cacat
o   Kurangnya peralatan keselamatan
o   Pekerjaan yang berbahaya
o   Jadwal pekerjaan yang terlalu padat
·         Kebiasaan perilaku karyawan yang dapat menimbulkan kecelakaan atau penyakit
·         Faktor keterbatasan manusia:
o   Penglihatan
o   Usia
o   Persepsi
o   Kemampuan motorik











Tingkat produktif di sebuat perusahaan dapat terus dipelihara dengan beberapa cara, yaitu:
·         Memperbaiki kondisi kerja menjadi sebuah kondisi yang ergonamis
·         Mengurangi perilaku berbahaya karyawan dengan seleksi dan penempatan kerja secara hati-hati
·         Mengurangi perilaku berbahaya melalui:
·               Penempelan poster dan propoganda lain
·               Pemberian pelatihan
·               Komitmen manajemen puncak
·               Pemberian prioritas pada keselamatan
·               Penyusunan kebijakan menyangkut keselamatan kerja
·               Penempatan sasaran pengurangan biaya secara jeas
·               Penyelenggaraan inspeksi
·               Pemantauan load kerja dan tingkat stress karyawan

Beberapa contoh program yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan untuk mendukungnya prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja antara lain:
·               Membuat kondisi kerja aman
§    Dengan membeli dan mempergunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-alat pengaman, menggunakan peralatan-peralatan yang lebih baik, mengatur layout tempat kerja dan penerangan sebaik mungkin, tempat kerja yang ergonamis dan pemeliharaan fasilitas tempat kerja yang baik.
·               Melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan mengendalikan praktek-praktek manusia yang tidak aman
§    Dengan mendidik para karyawan dalam hal keamanan, memberlakukan larangan-larangan keras, memasang poster untuk selalu mengingatkan tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja.
§    Seorang atasan sebaiknya: memberikan pujian kepada karyawannya, mendengarkan keluhan bawahannya, menjadi contoh yang baik, mengunjungi tempat kerja secara teratur, menjaga komunikasi tentang keamanan secara terbuka, kaitkan bonus dengan kemajuan keamanan.
§    Membuat pelatihan tentang kesehatan, keselamatan dan kemanan kerja, dilanjutkan secara periodik dengan demonstrasi dan test.
§    Memasang poster-poster yang memberikan keterangan tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja.
§    Melakukan inspeksi dan evaluasi tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan di tempat kerja secara teratur.
·           Penciptaan lingkungan kerja yang ergonamis
§    Membuat tempat kerja yang meminimalisasi kelelahan pekerja.
§    Untuk menjaga kesehatan para karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengara dan kelelahan, dll.
·           Memberikan pelayanan kesehatan
§    Dengan penyediaan dokter organisasi dan klinik kesehatan organisasi

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat ergonamis di tempat kerja atau kantor adalah posisi kerja dari pekerja itu sendiri. Dengan posisi kerja yang baik akan dapat menjaga kesehatan tubuh, dan mencegah timbulnya kelelahan sewaktu bekerja.

Posisi kerja yang baik antara lain harus memenuhi syarat berikut:
·               Leher lurus dengan bahu dan leher dalam keadaan santai
·               Posisi lengan berada di bawah bahu
·               Sikut terletak dekat dengan badan dan tidak jauh maju ke depan atau kebelakang
·               Tinggi permukaan meja setinggi sikut atau sedikit di bawah
·               Duduk dengan keadaan tulang ekor berbentuk S yang normal dan ditopang dengan baik
·               Kedua kaki berada di lantai
·               Ketika duduk , lutut membentuk sudut 90ْ



Gambar Posisi Kerja yang Baik

Gambar Posisi Kerja yang Baik










Gambar Posisi Lengan yang Baik dan Tidak Baik

Gambar Contoh Postur yang Baik dan Tidak pada Saat Bekerja
Posisi Tidak Baik
Posisi Baik








Para pekerja sebaiknya juga melakukan peregangan setelah beberapa lama bekerja dengan posisi yang sama, peregangan ini berfungsi untuk menggerakaan otot-otot yang sudah tegang setelah lama bekerja.
 
Gambar Latihan
Selain dari posisi tubuh, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat ergonamis tempat kerja, yaitu: tenaga yang dikeluarkan, gerakan kerja, penglihatan ( cahaya dan tingkat ketelitian ), keadaan temperatur, keadaan atomosfer, keadaan lingkungan, dan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.
                                                                                                                      
Tenaga yang dikeluarkan menjelaskan tipe pekerjaan yang dilakukan; apakah pekerjaan kantor dalam keadaan duduk atau pekerja bangunan yang harus selalu berpindah-pindah tempat.

Gerakan kerja maksudnya adalah apakah gerakannya di dalam area yang sempit yang terbatas saja; misalnya di meja atau luas; misalnya di studio atau sempit.

Kelelahan penglihatan maksudnya adalah seberapa kerja tersebut mempengaruhi kelelahan mata, dari tingkat pencahayaan ataupun jenis pekerjaan; jenis pekerjaan

yang kecil dan membutuhkan perhitungan presisi akan lebih cepat membuat mata menjadi lebih lelah.

Keadaan temperatur yang normal untuk bekerja aalah 22°-28° C. Bila temperatur di ruang kerja jauh di bawa atau di atas dari suhu normal tersebut, maka akan mengganggu kinerja dari pekerja yang berada di ruangan tersebut.

Keadaan atmosfer merupakan tingkat kwalitas dari udara di tempat kerja; dari ada tidaknya ventilasi dan ada tidaknya bau-bauan. Normalnya setiap ruangan memiliki ventilasi agar menjaga pergerakan udara yang terdapat di dalam ruangan dan udara harusnya tidak terdapat bau-bauan baik yang beracun maupun tidak.

Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi adalah keaadaan di mana karyawan dapat bekerja seefektif mungkin dengan menghormati kebutuhan dasar dari karywan tersebut sebagai manusia, seperti pergi ke belakang, makan, berkomunikasi, dll.




Beberapa resiko bahaya yang biasanya terdapat di tempat kerja:

Bahan Kimia Berbahaya
Ancaman Bahaya Lainnya
Bahaya Terhadap Keselamatan
Pelarut / Pembersih
Kebisingan
Listrik
Asam / bahan yang menyebabkan iritasi
Radiasi
Kebakaran / Ledakan
Debu ( Asbes, Silika, Kayu )
Gerakan yang berulang-ulang
Mesin-mesin tanpa pelindung
Logam berat ( timah hitam, arsenik, air raksa )
Posisi tubuh yang tidak nyaman
Mengangkat benda-benda yang berat
Polusi udara
Panas / Dingin
Pengaturan tempat kerja ( berantakan, penyimpanan yang tidak baik )
Pestisida
Penyakit Menular
Kendaraan bermotor
Resin
Stress/ Pelecehan


Beban Kerja / Irama kerja















Beberapa cidera yang umumnya terjadi karena tempat kerja yang tidak memenuhi persyaratan ergonamis:
Cidera
Gejala
Penyebab
Bursitis : meradangnya
kantung antara tulang dengan
kulit, atau tulang dengan
tendon. Dapat terjadi di lutut,
siku, atau bahu.

Rasa sakit dan bengkak
pada tempat cedera


Berlutut, tekanan pada
siku, gerakan bahu yang
berulang-ulang

Sindroma pergelangan
tangan : tekanan pada syaraf
yang melalui pergelangan
tangan

Gatal, sakit, dan kaku pada
jari-jemari, terutama di
malam hari


Membengkokkan
pergelangan berulang-ulang.
Menggunakan alat
yang bergetar. Kadang
diikuti dengan
tenosynovitis.

Ganglion : kista pada sendi
atau pangkal tendon. Biasanya
dibelakang tangan atau
pergelangan

Bengkak bundar, keras, dan
kecil yang biasanya tidak
menimbulkan sakit.



Gerakan tangan yang
berulang-ulang


Tendonitis : radang pada
daerah antara otot dan tendon

Rasa sakit, bengkak, dan
merah di tangan,
pergelangan, dan/atau
lengan. Kesulitan
menggerakan tangan.

Gerakan yang berulang-ulang.




Cidera
Gejala
Penyebab
Tenosynovitis : radang pada
tendon dan/atau pangkal
tendon

Sakit, bengkak, sulit
menggerakan tangan.

Gerakan yang berulang-ulang
dan berat. Dapat
disebabkan oleh
peningkatan kerja yang
tiba-tiba, atau pengenalan
pada proses baru.

Tegang pada leher atau bahu: radang pada tendon dan atau
pangkal tendon
Rasa sakit di leher dan
bahu

Menahan postur yang kaku



Gerakan jari yang tersentak :
radang pada tendon dan/atau
pangkal tendon di jari
Kesulitan menggerakkan
jari dengan pelan, dengan
atau tanpa rasa sakit
Gerakan berulang-ulang.
Terlalu lama mencengkam,
terlalu keras atau terlalu
sering

4.5 Pengevaluasian Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di Tempat Kerja

Aktivitas utama dalam mengevaluasi bahaya di tempat kerja adalah :
A.  Pengamatan di lokasi kepada proses produksi dan cara kerja
B.   Wawancara dengan perkerja dan supervisor
C.  Survai terhadap lingkungan kerja, peralatan, dan pekerja
D.  Penelaahan terdahap dokumen yang diperlukan dari perusahaan
E.   Pengukuran dan monitor terhadap efek bahaya bagi pekerja
F.   Pembandingan dari hasil monitor terhadap peraturan yang ada
dan/atau merekomendasikan petunjuk mengenai batas-batas
yang harus diikuti untuk meningkatkan keselamatan kerja
4.5.1.   Pengamatan di Lokasi
Hal penting yang harus diingat dalam melakukan pengamatan kerja
adalah :
·         Mengerti proses produksi dari awal hingga akhir
·         Mengamati seluruh tahap kerja untuk setiap operasi beberapa kali untuk dapat mengerti bagaimana pekerjaan dilakukan
·         Mengidentifikasi bahaya yang mungkin timbul secara langsung atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan segera dan yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan secara bertahap (kronis)
·         Mendokumentasikan semua pengamatan yang dilakukan menggunakan :
-  Daftar tertulis
-  Menuliskan model dan nomor seri dari peralatan
-  Mengukur peralatan yang ada dan membuat denah
    lingkungan kerja
-  Mengambil foto terhadap bagian tertentu dan lingkungan
    Sekitarnya

















DAFTAR PUSTAKA

Buku:
·         Wignjosoebroto, Sritomo,”Ergonomi Studi Gerak dan Waktu”, PT. Guna Widya, Jakarta, 1995.

Website:
·         http://www.wikipedia.net