MODUL PEMBELAJARAN
BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN
MENERAPKAN PROSEDUR KESEHATAN, KESELAMATAN, DAN
KEAMANAN KERJA (K3)
|
DAFTAR ISI
4.1
Latar Belakang.
4.2
Pengertian Ilmu Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja
( K3 )
4.3
Ergonamis
4.4
Praktek Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di Tempat
Kerja
4.5
Pengevaluasian Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan di
Tempat Kerja
4.5.1
Pengamatan di Lokasi
DAFTAR PUSTAKA
MENERAPKAN PROSEDUR KESEHATAN,
KESELAMATAN, DAN KEAMANAN KERJA ( K3 )
Tujuan Instruksional Umum
·
Siswa mengetahui tentang prosedur kesehatan, keselamatan,
dan keamanan kerja ( K3 )
·
Siswa dapat menerapkan ilmu yang bersangkutan tentang
prosedur kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ( K3 ) di tempat kerja.
Tujuan Instruksional
Khusus
·
Siswa mengetahui definisi dari prosedur kesehatan, keselamatan dan
keamanan kerja( K3 )
·
Siswa mengetahui undang-undang tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
·
Siswa mengetahui prosedur kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan
kerja.
·
Siswa mengetahui informasi yang berhubungan dengan
kesehatan dan keselamatan kerja.
·
Siswa mengetahui peraturan-peraturan kesehatan dan
keselamatan yang berkaitan dengan teknologi informasi.
·
Siswa dapat membuat dokumentasi kesehatan dan
keselamatan kerja.
·
Siswa mengetahui syarat-syarat ergonamis yang
berlaku.
·
Siswa dapat memberikan masukan tentang keselamatan
kerja di suatu lingkungan kerja.
4.1 Latar Belakang
Latar belakang dari
diterapkannya Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja ( K3 ) adalah
dari standarisasi yang telah diterapkan di dunia kerja internasional.
Semakin berkembangnya dunia
industri di dunia, telah mendorong para pekerja untuk bekerja lebih giat sesuai
dengan kebutuhan pasar. Namun hal itu tidak jarang menyebabkan pekerja menjadi
cidera. Cidera yang terjadi di lapangan sangat beragam, dari cidera otot sampai
yang menghasilkan korban jiwa. Dengan terganggunya perkembangan manusia sebagai
salah satu modal utama pembangunan, maka negara-negara berkembang pada saat itu
mulai peduli tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan pekerja di negaranya
tersebut.
Prosedur kesehatan,
keselamatan dan keamanan kerja berawal dari OSH ( Occupational Safety and Health ) yaitu: sebuah ilmu disiplin yang
peduli dan melindungi keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan orang yang
bekerja di tempat kerja.
Sejak tahun 1950 ILO ( International Labour Organization ) dan
WHO ( World Health Organization )
telah menetapkan definisi umum dari kesehatan kerja, yaitu: Kesehatan kerja
harus mencapai peningkatan dan perawatan paling tinggi di bidang fisik, sosial
sebagai seorang pekerja di bidang pekerjaan apapun; pencegahan bagi setiap
pekerja atas pengurangan kesehatan karena kondisi kerja mereka, perlindungan
bagi pekerja untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan
mereka; penempatan dan perawatan bagi pekerja di lingkungan kerja sesuai dengan
kemapuan fisik dan psikologi dari pekerja dan meringkas adaptasi dari setiap
pekerja ke pekerjaannya masing-masing.
Tujuan awal dari pendirian
standard keselamatan dan kesehatan di tempat kerja antara lain:
·
Moral – Seorang pekerja seharusnya tidak mempunyai resiko
terluka pada saat kerja atau yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
·
Ekonomi – Dengan mengurangi biaya yang harus dibayar jika
terjadi kecelakaan di tempat kerja; seperti gaji, denda, kompensasi kerusakan,
waktu investigasi, kurang produksi, kehilangan semangat dari pekerja, pembeli
atau pihak lainnya.
·
Legal – Mendorong hukum agar menerapkan peraturan resmi
agar dapat dipatuhi oleh banyak pihak.
Beberapa resiko yang biasa dimiliki oleh pekerja:
·
Resiko fisik ( terpeleset dan tersandung, jatuh dari
ketinggian, transportasi tempat kerja, mesin yang berbahaya, listrik,
kebisingan, getaran, radiasi ion ).
·
Resiko kimia ( cairan pelarut, metal berat )
·
Resiko psikologi ( stress, kekerasan, pemerasan )
·
Resiko lingkungan ( temperatur, kelembapan, cahaya )
·
Resiko cidera otot ( lingkungan kerja yang tidak
ergonamis )
·
Dll
Setelah adanya OSH disusunlah Occupational Safety and
Health Act yang ditandatangani oleh President Richard M. Nixon pada tanggal 29
Desembar 1970. Undang-undang ini menjadi pencetuas berdirinya badan NIOSH ( National Institute for Occupational Safety
and Health ) dan OSHA ( Occupational
Safety and Health Administration ).
Act
ini dalah diketemukan di United States Code di judul ke 29 pada bab 15.
OSHA ini secara garis besari diciptakan untuk melindungi keamanan pekerja
dan tempat kerjanya. Tujuan utamanya adalah
untuk menjamin bahwa pekerja mengerjakan tugasnya dengan lingkungan yang bebas
bahaya bagi kesehatan dan keselamatan mereka, seperti bahan kimia beracun,
bunyi berisik yang mengganggu, gangguan mekanik, kepanasan atau kedinginan atau
lingkungan yang kotor.
Isi dari OSHA itu terdiri dari
beberapa point, yaitu:
·
by encouraging employers and employees in their
efforts to reduce the number of occupational safety and health hazards at their
places of employment, and to stimulate employers and employees to institute new
and to perfect existing programs for providing safe and healthful working
conditions;
Mendorong
para pemilik dan pekerja perusahaan agar berusaha untuk mengurangi tingkat
resiko di lingkungan kerja mereja dan memancing mereka untuk menyempurnakan
program yang mendukung keselamatan dan kesehatan pekerja yang sudah ada.
·
by providing that employers and employees have
separate but dependent responsibilities and rights with respect to achieving
safe and healthful working conditions;
Menyediakan
hak dan kewajiban yang terpisah dengan rasa hormat untuk tercapainya keamanan
dan keselamatan kondisi kerja.
·
by authorizing the Secretary of Labor to set
mandatory occupational safety and health standards applicable to businesses
affecting interstate commerce, and by creating an Occupational Safety and
Health Review Commission for carrying out adjudicatory functions under the Act;
Dengan
memberikan otoritas kepada sekretaris pekerja untuk memandatkan pengimplementasian
kesehatan dan keselamatan kerja standard yang diterapkan ke bisnis dan
mempengaruhi antar usaha, dan dengan menciptakan jabatan yang mengurusi
kesehatan dan keselamatan kerja untuk memberikan fungsi keputusan di dalam
kegiatan ini.
·
by building upon advances already made through
employer and employee initiative for providing safe and healthful working
conditions;
Dengan
membangun dengan baik inisiatif dari pekerja dan pemilik perusahaan untuk
menyediakan kondisi kerja yang aman dan sehat.
·
by providing for research in the field of
occupational safety and health, including the psychological factors involved,
and by developing innovative methods, techniques, and approaches for dealing
with occupational safety and health problems;
Dengan
menyediakan penelitian di bidang keselamatan dan kesehatan termasuk di faktor
psikologi, dengan mengembangkan metoda,
teknik dan pendekatan yang inovatif dalam menyelesaikan permasalahan penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja.
·
by exploring ways to discover latent diseases,
establishing causal connections between diseases and work in environmental
conditions, and conducting other research relating to health problems, in
recognition of the fact that occupational health standards present problems
often different from those involved in occupational safety;
Dengan
mencari cara untuk mengetahui penyakit tersembunyi, memperlihatkan keadaan
hubungan umum di antara penyakit dan kerja di lingkungan, dan mengadakan
penelitian lain yang berhubungan dengan permasalahan kesehatan, untuk mengenali
fakta bahwa penerapan standard kesehatan yang sekarang sering berbeda dari yang
berada di dalam penerapan keselamatan.
·
by providing medical criteria which will assure
insofar as practicable that no employee will suffer diminished health,
functional capacity, or life expectancy as a result of his work experience;
Dengan
menyediakan kriteria kesehatan yang akan menjamin bahwa pegawai tidak akan
menderita penurunan kesehatan, kapasitas fungsional atau pengharapan hidup
sebagai hasil dari pengalaman kerja.
·
by providing for training programs to increase the
number and competence of personnel engaged in the field of occupational safety
and health;
Dengan
menyediakan program latihan untuk meningkatkan angka dan kompetensi dari setiap
individu yang menerapkan keselamatan kerja dan kesehatan.
·
by providing for the development and promulgation
of occupational safety and health standards;
Dengan
menyediakan pengembangan dan penyebaran
dan penerapan standard keselamatan dan kesehatan.
·
by providing an effective enforcement program
which shall include a prohibition against giving advance notice of any
inspection and sanctions for any individual violating this prohibition;
Dengan
menyediakan program pelaksanaan yang efektif yang meliputi perijinan yang
menentang pemberian pemberitahuan tingkat lanjut dari inspeksi atau sangsi apa
pun dari individual yang melanggar ketentuan yang berlaku.
·
by encouraging the States to assume the fullest
responsibility for the administration and enforcement of their occupational
safety and health laws by providing grants to the States to assist in
identifying their needs and responsibilities in the area of occupational safety
and health, to develop plans in accordance with the provisions of this Act, to
improve the administration and enforcement of State occupational safety and
health laws, and to conduct experimental and demonstration projects in
connection therewith;
Dengan
mendukung pemerintahan setempat untuk mengambil tanggung jawab tertinggi dari
administrasi dan proses penerapan dari hokum kesehatan dan keselamatan dengan
menyediakan hak untuk pemerintah setempat untuk mengidentifikasikan kebutuhan
mereka dan bertanggung jawab di area penerapan keselamatan dan kesehatan kerja,
untuk mengembangkan perencanaan dalam persetujuan untuk penetapan kegiatan ini,
untuk meningkatkan administrasi dan pelaksanaan dari penerapan hukum
keselamatan dan kesehatan kerja, dan memimpin projek percobaan dan
pendemonstrasian bersama dengan itu.
·
by providing for appropriate reporting procedures
with respect to occupational safety and health which procedures will help
achieve the objectives of this Act and accurately describe the nature of the
occupational safety and health problem;
Dengan
menyediakan prosedur pelaporan yang tepat dengan hormat unuk penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja yang di mana prosedur tersebut akan membantu
tujuan dari kegiatan ini dan secara tepat menggambarkan kesulitan yang sering
terjadi di penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
·
by encouraging joint labor-management efforts to
reduce injuries and disease arising out of employment.
Dengan meningkatkan
kebersamaan antara pekerja dan manajemen sebagai usaha untuk mengurangi
kecelakaan dan penyakit yang meningkat di kalangan pekerja.
Di dalam OSHA terdapat persyaratan yang harus dilaksanakan sebelum
melakukan pekerjaan, persyaratan itu antara lain:
·
Each employer shall furnish to each of his
employees employment and a place of employment which are free from recognized
hazards that are causing or are likely to cause death or serious physical harm
to his employees;
Perusahaan harus
melengkapi setiap individu pekerjanya dan menempatkan mereka di area yang bebas
dari bahaya yang akan menyebabkan kematian atau bahaya bagi fisik mereka.
·
Each employer shall comply with occupational
safety and health standards promulgated under this Act.
Perusahaan mengikuti
penerapan standarisasi keselamatan dan kesehatan yang diumunkan di kegiatan
ini.
·
Each employee shall comply with occupational
safety and health standards and all rules, regulations, and orders issued
pursuant to this Act which are applicable to his own actions and conduct.
Setiap individu
pekerja harus mengikuti standard peraturan, regulasi dan pengumuman penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja dari kegiatan ini yang dipakai untuk kegiatan
dia sendiri dan berhubungan.
4.2 Pengertian Ilmu
Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja ( K3 )
Ilmu Keselamatan dan
Kesehatan Kerja ( K3 ) merupakan bagian dari ilmu Kesehatan Masyarakat.
Keilmuan K3 merupakan perpaduan dari multidisiplin ilmu antara ilmu-ilmu
kesehatan, ilmu perilaku, ilmu alam, teknologi dan lain-lain baik yang bersifat
kajian maupun ilmu terapan dengan maksud menciptakan kondisi sehat dan selamat
bagi pekerja, tempat kerja, maupun lingkungan sekitarnya, sehingga meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.
Perkembangan dan kebutuhan
ilmu/keahlian K3 berkembang sangat pesat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), percepatan pembangunan melalui
industrialisasi serta tuntutan kebutuhan pekerjaan yang semakin meningkat dalam
hal efisiensi, produktivitas, tingkat kesehatan dan keselamatan. Perkembangan
ini semakin dipacu dengan kebijakan dari Pemerintah yang mendukung pendidikan
tinggi untuk membuka program pendidikan di bidang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dengan pendekatan yang bersifat multidisipliner. Kebijakan di tingkat
internasional dengan telah dilansirnya ISO 18000 juga semakin mendorong
percepatan ini.
Ilmu Keselamatan dan
Kesehatan Kerja ( K3 ) bertujuan agar para pekerja di lingkungan kerjanya
masing-masing selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat dan terutama bekerja
secara produktif dalam meningkatkan kinerja Perusahaan serta meningkatkan
kesejahteraan Karyawan Perusahaan. Demikian pula untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan kemauan serta kerja sama para karyawan agar menjunjung tinggi
peraturan-peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja demi kesejahteraan
Perusahaan yang berarti kesejahteraan keluarga karyawan. Dengan keadaan
karyawan melaksanakan kegiatan operasinya dengan aman, nyaman, handal dan
efisien, sehingga kerugian Perusahaan dapat dicegah dan dikurangi.
Perencanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja merupakan salah satu kegiatan preventif untuk mencegah hal-hal
yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan pekerja di lapangan. Isi dari Perencanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, antara lain:
·
Pembebanan dan pengangkutan material yang minimal
·
Mempunyai ruang gerak yang aman dan tidak licin
·
Mempunyai ruang yang cukup luas untuk peletakan
antar mesin dan peralatan
·
Tersedianya fasilitas untuk efakuasi di lapangan kerja
·
Tersedianya ruangan yang terisolasi khusus untuk
pengerjaan proses yang berbahaya
·
Tersedianya peralatan pencegah kebakaran disetiap
mesin dan peralatan.
Perkembangan ilmu K3 juga didasari oleh undang-undang No.1 tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja, yang berisi:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA
BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan :
1. "Tempat kerja"
ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana
diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan
tempat kerja tersebut;
2. "Pengurus" ialah orang yang mempunyai
tugas langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
3. "Pengusaha" ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu
usaha milik sendiri dan
untuk keperluan itu
mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum
yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan
untuk keperluan itu mempergunakan tempat
kerja;
c. orang atau badan hukum,
yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum termaksud pada (a) dan
(b), jikalau yang mewakili berkedudukan di
luar Indonesia.
4. "Direktur" ialah
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undang-undang ini.
5. "Pegawai
pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
6. "Ahli keselamatan
kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga
Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
Undang-undang ini.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah
keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2. Ketentuan-ketentuan dalam
ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a) dibuat, dicoba, dipakai
atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang
berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan
atau peledakan;
b) dibuat, diolah, dipakai,
dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau
disimpan atau bahan yang
dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,
beracun, menimbulkan infeksi,
bersuhu tinggi;
c) dikerjakan pembangunan,
perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung
atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan
di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan
persiapan.
d) dilakukan usaha:
pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau
hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan
lapangan kesehatan;
e) dilakukan usaha
pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau
bijih logam lainnya,
batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di
permukaan atau di dalam bumi,
maupun di dasar perairan;
f) dilakukan pengangkutan
barang, binatang atau manusia, baik di darat,
melalui terowongan,
dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g) dikerjakan bongkar muat
barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun atau gudang;
h) dilakukan penyelamatan,
pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i) dilakukan pekerjaan dalam
ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j) dilakukan pekerjaan di
bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah;
k) dilakukan pekerjaan yang
mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda,
terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l) dilakukan pekerjaan dalam
tangki, sumur atau lobang;
m) terdapat atau menyebar
suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n) dilakukan pembuangan atau
pemusnahan sampah atau limbah;
o) dilakukan pemancaran,
penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi,
atau telepon;
p) dilakukan pendidikan,
pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan
alat teknis;
q) dibangkitkan, dirobah,
dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas,
minyak atau air;
r) diputar film, pertunjukan
sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai peralatan, instalasi
listrik atau mekanik.
3. Dengan peraturan
perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau
lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan
yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah
perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN
KERJA
Pasal 3
1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau
jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain
yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada
kecelakaan;
f. memberi alat-alat
perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan
timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan
timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan,
infeksi dan penularan.
i. memperoleh penerangan yang
cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan
lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan
penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan,
kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian
antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan
memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang;
o. mengamankan dan memelihara
segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan
memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran
listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan
menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
2. Dengan peraturan
perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta
pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
1. Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan
aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2. Syarat-syarat tersebut
memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang
disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi,
bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian
dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal
atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin keselamatan
barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan
keselamatan umum.
3. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah
perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan
ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat
keselamatan tersebut.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap
Undang-undang ini sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang
ini dan membantu pelaksanaannya.
2. Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai
pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur
dengan peraturan perundangan.
Pasal 6
1. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan
direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
2. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia
Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga
Kerja.
3. Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding
lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini
pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur
dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
1. Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan
badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya
maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan
padanya.
2. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang
ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
3. Norma-norma mengenai
pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
1. Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:
a. Kondisi-kondisi dan
bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerja;
b. Semua pengamanan dan
alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan
diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang
aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja
yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat
tersebut di atas.
X TKJ
B
3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan
bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan
kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan
kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
4. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja
yang dijalankan.
BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk
Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga
kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
2. Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 11
1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan
yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja.
2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan
oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA
KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan
diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang
benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja;
b. Memakai alat perlindungan
diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati
semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agar
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja
pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan
keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan
diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan
lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung
jawabkan.
BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI
TEMPAT KERJA
Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja,
diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a. secara tertulis
menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja
yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya
yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempattempat yang mudah
dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan
semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara
cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja
berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
1. Pelaksanaan ketentuan
tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
2. Peraturan perundangan
tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran
peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah).
3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja
yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di
dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi
ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undangundang ini.
Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan
ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam
bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG
KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya
setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970
Sekretaris Negara Republik
Indonesia,
ALAMSYAH
Daftar Peraturan Perundangan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lainya dan berlaku di Indonesia antara
lain:
·
UNDANG-UNDANG
- Undang-undang
Nomor 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- Undang-undang
Uap Tahun 1930 (STOOM ORDONNANTIE)
·
PERATURAN PEMERINTAH
- Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
- Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
- Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
- Peraturan Uap Tahun 1930 (STOOM VERORDENING)
·
KEPUTUSAN PRESIDEN
- Keputusan
Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan
Kerja
·
KEPUTUSAN DAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA &/ATAU MENTERI TENAGA
KERJA DAN TRANSMIGRASI
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep-75/MEN/2002
Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor:
SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (Puil
2000) di Tempat Kerja
- Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep-187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di
Tempat Kerja
- Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep-187/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-03/MEN/1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan Barang
- Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan
Dan Pemeriksaan Kecelakaan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari
Paket Jaminan Pemeliharaan kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1998 tentang Pengangkatan,
Pemberhentian dan Tata Kerja Dokter Penasehat
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1992 tentang Tata Cara Penunjukan
Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep-245/MEN/1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional
- Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep-333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat
Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-02/MEN/1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-01/MEN/1989 tentang Kwalifikasi Dan Syarat-syarat
Operator Keran Angkat
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1988 tentang Kwalifikasi dan
Syarat-syarat Operator Pesawat Uap
- Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep-1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan
Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-03/MEN/1985 tentang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Pemakaian Asbes
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan
Angkut
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm
Kebakaran Automatik
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Tenaga Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1982 tentang Kwalifikasi Juru Las
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1982 tentang Bejana Tekanan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan Dan Pemeliharaan
Alat Pemadam Api Ringan
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-01/MEN/1980 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada
Konstruksi Bangunan
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Paramedis Perusahaan
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-03/MEN/1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli
Keselamatan Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-01/MEN/1978 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam
Penerbangan Dan Pengangkutan Kayu
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1976 tentang Wajib Hyperkes Bagi
Dokter Perusahaan
· INSTRUKSI DAN SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA
&/ATAU MENTERI TENAGA KERJA TRANSMIGRASI
- Instruksi
Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 11/M/BW/1997 tentang Pengawasan Khusus K3
Penanggulangan Kebakaran
- Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja RI No. SE-01/MEN/1997 tentang Ambang Batas Faktor
Kimia Di Udara Lingkungan Kerja
·
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
- Keputusan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan
Ketenagakerjaan No. Kep-311/BW/2002 Tentang Pemberlakuan Sertifikasi
Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik
- Keputusan
Direktur Jenderal Binawas No. Kep-407/BW/1999 tentang Persyaratan,
Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift
4.3 Ergonamis
Salah satu syarat yang
menjamin terjalannya prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja adalah
terpenuhnya syarat ergonomis di tempat kerja.
Terdapat beberapa pengertian
ergonomi, antara lain:
·
Ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu ”ergo” yang artinya kerja dan ”nomos” yang artinya hukum alam, dan
dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikology, engineering,
manajemen dan design.
·
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tubuh
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan dengan memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
dengan baik, dengan demikian manusia dapat melakukan pekerjaan dengan nyaman,
aman, dan efektif sehingga mencapai produktifitas yang optimal.
Tujuan dari ergonomi adalah
untuk memaksimalkan perancangan terhadap produk, alat dan ruangan dalam
kaitannya dengan anthropometri secara integral, sehingga mendapatkan suatu
pengetahuan yang utuh dalam menghadapi permasalahan-permasalahan interaksi
manusia dengan technology dan
produk-produknya, sehingga dimungkinkan rancangan sistem manusia ( technology ) dapat menjadi optimal.
Terdapat beberapa aspek dari
ergonomis yang harus dipertimbangkan, antara lain adalah:
·
Sikap dan posisi kerja
Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang
terkadang-kadang cenderung tidak mengenakkan dan kadang-kadang juga harus
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menyebabkan pekerja cepat
lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari
hal tersebut di atas terdapat beberapa pertimbangan ergonomis, seperti:
·
Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan
sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi yang sering atau jangka waktu
lama.
·
Operator seharusnya menggunakan jarak jangkauan
normal.
·
Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada
saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada
dalam sikap atau posisi miring.
·
Operator tidak seharusnya bekerja dalam frekuensi
atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di
atas level siku yang normal.
·
Anthropometri dan dimensi ruang kerja
·
Persyaratan ergonomis mensyaratkan agar supaya
peralatan dan fasilitas kerja sesuai dengan orang yang menggunakan khususnya
menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum atau minimum
Ergonomi tidak pernah lepas
dari Anthropometri. Anthropometri berasal dari ”antro” yang berarti manusia dan ”metri” yang berarti ukuran. Jari secara garis besar anthropometri
dapat didefinisikan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi
tubuh manusia.
Anthropometri adalah sekumpulan data numerik yang berhubungan dengan
ciri-ciri fisik tubuh manusia, seberti: ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah design.
Tujuan dari anthropometri adalah sebagai acuan yang ergonomis dalam segala
hal yang memerlukan interaksi manusia, dalam aplikasinya mengenai perancangan
area, alat, produk, maupun stasiun kerja, yang berkaitan dengan bentuk, ukuran,
dan dimensi yang tepat, sehingga para pengguna alat atau ruangan fisik tersebut
cocok, dan diharapkan akan meningkatkan produktivitas.
Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan
ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data anthropometri yang berhasil
diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:
·
Perancangan area kerja
·
Perancangan peralatan kerja seperti mesin,
perkakas, dsb.
·
Perancangan produk-produk konsumtif, seperti
pakaian, kursi dan meja komputer
·
Perncangan lingkungan kerja fisik
Perancangan dengan menggunakan data anthropometri secara umum sekurang-kurangnya
90%-95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai. Rancagan ini
dimaksudkan agar sebagian besar dalam kelompok pemakai dapat menggunakan alat
tersebut. Rancangan produk yang dapat diatur secara fleksibel akan jelas
memberikan kemudahan dalam operasinya, sehingga dapat dipergunakan meskipun
oleh dimensi tubuh yang berbeda-beda. Diharapkan anthropometri dapat digunakan
dalam aplikasi alat-alat yang dipakai secara nyaman oleh sebagian besar
pemakai.
Data anthropometri yang akan digunakan dipilih berdasarkan kesesuaian
kegunaannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia yang
secara otomatis akan mempengaruhi tingkat kenyamanan pengguna fasilitas kerja,
yaitu:
·
Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan
bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya
sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Setelah itu tidak lagi akan terjadi
pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berbah menjadi penurunan ataupun
penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
·
Jenis kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih
besar dibandingkan dengan wanita, kecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu
seperti pinggul, dan sebagainya.
·
Suku/bangsa
Setiap suku bangsa memiliki kekhasan dimensi fisik
tersendiri.
·
Posisi tubuh
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh
terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu, posisi tubuh standard harus diterapkan
untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara
pengukuran, yaitu:
o
Pengukuran dimensi struktur tubuh ( structural body dimension )
Di
sini tubuh diukur dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak ( tetap
tegak sempurna ). Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain
meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran
kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan
sebagainya.
o
Pengukuran dimensi fungsional tubuh ( functional body dimensions )
Di sini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat
berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan
yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi
fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan
berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat pula beberapa faktor,
seperti:
·
Cacat tubuh
Data Anthropometri di sini diperlukan untuk
perancangan produk bagi orang-orang cacat.
·
Kehamilan
Data anthropometri di sini diperlukan untuk
perancangan produk yang sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh saat hamil.
·
Tebal-tipisnya pakaian
Iklim yang berbeda memberikan variasi yang berbeda
pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.
Pengukuran dibagi dua, yaitu:
·
Pengukuran dimensi struktur tubuh
Di sini tubuh diukur dalam berbagai posisi
standard badan tidak bergerak, seperti berat badan, tinggi tubuh dalam posisi
berdiri maupun duduk, ukuran kepala, dll. Ukuran dalam hal ini diambil dengan
persentil tertentu seperti 5% atau 95%.
·
Pengukuran dimensi fungsional tubuh
Di sini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh
pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan
kegiatan yang harus diselesaikan.
Dengan menciptakan ruang kerja yang ergonomis,
maka akan dapat mengurangi kelelahan yang dapat menurunkan kinerja dari pekerja
itu sendiri. Kelelahan yang mungkin terjadi dapat dibagi menjadi 4 macam:
kelelahan visual, kelelahan monoton, kelelahan fisik dan kelelahan mental.
4.4 Praktek Kesehatan,
Keselamatan dan Keamanan di Tempat Kerja
Seperti yang sudah dibahas di
atas dapat dilihat bahwa kesehatan, keselamatan dan keamanan di tempat kerja
merupakan hal yang tidak dapat disepelekan. Dapat dilihat dari jumlah kecelakaan
yang sering terjadi di tempat kerja dan penyakit-penyakit yang sering diderita
oleh pekerja karena pekerjaannya.
Hal itu semua dapat dicegah
jika ada kerjasama dari 2 pihak utama di dunia kerja, yaitu:
·
Perusahaan:
o
Menyediakan tempat kerja yang “bebas resiko”
o
Dapat mencari bantuan konsultasi dan identifikasi
o
Tidak dapat menghukum karyawan
·
Pegawai:
o
Mematuhi standard yang sudah ada
o
Melaporkan masalah kepada atasan
o
Dapat menuntut keamanan
Komitmen dari manajemen
perusahaan merupakan kunci dari tercapainya keadaan produktif penuh di
perusahaan, badan khusus yang menangani tentang kesehatan, keselamatan dan
keamanan kerja harus terdapat di setiap perusahaan yang berpegawai lebih dari
100 orang. Badan tersebut bertugas untuk menganalisa kecelakaan kejadian dan
menetapkan tujuan spesifik keselamatan yang dapat dicapai.
Badan khusus tersebut
menganalisah penyebab kurangnya tingkat produktif yang terdapat di perusahaan,
yang pada umumnya terjadi atas beberapa faktor umum:
·
Kejadian yang tidak terduga
·
Kondisi kerja rawan kecelakaan
o
Pengoperasian peralatan yang sudah cacat
o
Kurangnya peralatan keselamatan
o
Pekerjaan yang berbahaya
o
Jadwal pekerjaan yang terlalu padat
·
Kebiasaan perilaku karyawan yang dapat menimbulkan
kecelakaan atau penyakit
·
Faktor keterbatasan manusia:
o
Penglihatan
o
Usia
o
Persepsi
o
Kemampuan motorik
Tingkat produktif di sebuat
perusahaan dapat terus dipelihara dengan beberapa cara, yaitu:
·
Memperbaiki kondisi kerja menjadi sebuah kondisi yang
ergonamis
·
Mengurangi perilaku berbahaya karyawan dengan seleksi dan
penempatan kerja secara hati-hati
·
Mengurangi perilaku berbahaya melalui:
·
Penempelan poster dan propoganda lain
·
Pemberian pelatihan
·
Komitmen manajemen puncak
·
Pemberian prioritas pada keselamatan
·
Penyusunan kebijakan menyangkut keselamatan kerja
·
Penempatan sasaran pengurangan biaya secara jeas
·
Penyelenggaraan inspeksi
·
Pemantauan load kerja dan tingkat stress karyawan
Beberapa contoh program yang dapat dilaksanakan oleh
perusahaan untuk mendukungnya prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan
kerja antara lain:
·
Membuat kondisi kerja aman
§ Dengan membeli dan
mempergunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-alat pengaman, menggunakan
peralatan-peralatan yang lebih baik, mengatur layout tempat kerja dan
penerangan sebaik mungkin, tempat kerja yang ergonamis dan pemeliharaan
fasilitas tempat kerja yang baik.
·
Melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan
mengendalikan praktek-praktek manusia yang tidak aman
§ Dengan mendidik para karyawan
dalam hal keamanan, memberlakukan larangan-larangan keras, memasang poster
untuk selalu mengingatkan tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja.
§ Seorang atasan sebaiknya:
memberikan pujian kepada karyawannya, mendengarkan keluhan bawahannya, menjadi
contoh yang baik, mengunjungi tempat kerja secara teratur, menjaga komunikasi
tentang keamanan secara terbuka, kaitkan bonus dengan kemajuan keamanan.
§ Membuat pelatihan tentang
kesehatan, keselamatan dan kemanan kerja, dilanjutkan secara periodik dengan
demonstrasi dan test.
§ Memasang poster-poster yang
memberikan keterangan tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja.
§ Melakukan inspeksi dan
evaluasi tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan di tempat kerja secara
teratur.
·
Penciptaan lingkungan kerja yang ergonamis
§ Membuat tempat kerja yang
meminimalisasi kelelahan pekerja.
§ Untuk menjaga kesehatan para
karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengara dan kelelahan, dll.
·
Memberikan pelayanan kesehatan
§ Dengan penyediaan dokter
organisasi dan klinik kesehatan organisasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat ergonamis di tempat kerja atau kantor adalah posisi kerja dari pekerja
itu sendiri. Dengan posisi kerja yang baik akan dapat menjaga kesehatan tubuh,
dan mencegah timbulnya kelelahan sewaktu bekerja.
Posisi kerja yang baik antara
lain harus memenuhi syarat berikut:
·
Leher lurus dengan bahu dan leher dalam keadaan santai
·
Posisi lengan berada di bawah bahu
·
Sikut terletak dekat dengan badan dan tidak jauh maju ke
depan atau kebelakang
·
Tinggi permukaan meja setinggi sikut atau sedikit di
bawah
·
Duduk dengan keadaan tulang ekor berbentuk S yang normal
dan ditopang dengan baik
·
Kedua kaki berada di lantai
·
Ketika duduk , lutut membentuk sudut 90ْ
Gambar Posisi Kerja yang Baik
Gambar Posisi Kerja yang Baik
Gambar Posisi Lengan yang Baik dan Tidak Baik
Gambar Contoh Postur yang Baik dan Tidak pada Saat
Bekerja
Posisi Tidak Baik
|
Posisi Baik
|
Para pekerja sebaiknya juga
melakukan peregangan setelah beberapa lama bekerja dengan posisi yang sama,
peregangan ini berfungsi untuk menggerakaan otot-otot yang sudah tegang setelah
lama bekerja.
Gambar Latihan
Selain dari posisi tubuh, ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat ergonamis tempat kerja, yaitu:
tenaga yang dikeluarkan, gerakan kerja, penglihatan ( cahaya dan tingkat
ketelitian ), keadaan temperatur, keadaan atomosfer, keadaan lingkungan, dan
kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.
Tenaga yang dikeluarkan
menjelaskan tipe pekerjaan yang dilakukan; apakah pekerjaan kantor dalam
keadaan duduk atau pekerja bangunan yang harus selalu berpindah-pindah tempat.
Gerakan kerja maksudnya
adalah apakah gerakannya di dalam area yang sempit yang terbatas saja; misalnya
di meja atau luas; misalnya di studio atau sempit.
Kelelahan penglihatan maksudnya adalah seberapa kerja
tersebut mempengaruhi kelelahan mata, dari tingkat pencahayaan ataupun jenis
pekerjaan; jenis pekerjaan
yang kecil dan membutuhkan
perhitungan presisi akan lebih cepat membuat mata menjadi lebih lelah.
Keadaan temperatur yang
normal untuk bekerja aalah 22°-28° C. Bila temperatur di ruang kerja jauh di
bawa atau di atas dari suhu normal tersebut, maka akan mengganggu kinerja dari
pekerja yang berada di ruangan tersebut.
Keadaan atmosfer merupakan
tingkat kwalitas dari udara di tempat kerja; dari ada tidaknya ventilasi dan
ada tidaknya bau-bauan. Normalnya setiap ruangan memiliki ventilasi agar
menjaga pergerakan udara yang terdapat di dalam ruangan dan udara harusnya
tidak terdapat bau-bauan baik yang beracun maupun tidak.
Kelonggaran untuk kebutuhan
pribadi adalah keaadaan di mana karyawan dapat bekerja seefektif mungkin dengan
menghormati kebutuhan dasar dari karywan tersebut sebagai manusia, seperti
pergi ke belakang, makan, berkomunikasi, dll.
Beberapa resiko bahaya yang
biasanya terdapat di tempat kerja:
Bahan Kimia Berbahaya
|
Ancaman Bahaya Lainnya
|
Bahaya Terhadap Keselamatan
|
Pelarut / Pembersih
|
Kebisingan
|
Listrik
|
Asam / bahan yang
menyebabkan iritasi
|
Radiasi
|
Kebakaran / Ledakan
|
Debu ( Asbes, Silika, Kayu
)
|
Gerakan yang berulang-ulang
|
Mesin-mesin tanpa pelindung
|
Logam berat ( timah hitam,
arsenik, air raksa )
|
Posisi tubuh yang tidak
nyaman
|
Mengangkat benda-benda yang
berat
|
Polusi udara
|
Panas / Dingin
|
Pengaturan tempat kerja (
berantakan, penyimpanan yang tidak baik )
|
Pestisida
|
Penyakit Menular
|
Kendaraan bermotor
|
Resin
|
Stress/ Pelecehan
|
|
Beban Kerja / Irama kerja
|
Beberapa cidera yang umumnya
terjadi karena tempat kerja yang tidak memenuhi persyaratan ergonamis:
Cidera
|
Gejala
|
Penyebab
|
Bursitis : meradangnya
kantung antara tulang dengan
kulit, atau tulang dengan
tendon. Dapat terjadi di lutut,
siku,
atau bahu.
|
Rasa
sakit dan bengkak
pada
tempat cedera
|
Berlutut, tekanan pada
siku, gerakan bahu yang
berulang-ulang
|
Sindroma pergelangan
tangan : tekanan pada syaraf
yang melalui pergelangan
tangan
|
Gatal, sakit, dan kaku pada
jari-jemari, terutama di
malam
hari
|
Membengkokkan
pergelangan berulang-ulang.
Menggunakan alat
yang bergetar. Kadang
diikuti
dengan
tenosynovitis.
|
Ganglion : kista pada sendi
atau pangkal tendon. Biasanya
dibelakang
tangan atau
pergelangan
|
Bengkak bundar, keras, dan
kecil yang biasanya tidak
menimbulkan
sakit.
|
Gerakan
tangan yang
berulang-ulang
|
Tendonitis : radang pada
daerah antara otot dan tendon
|
Rasa sakit, bengkak, dan
merah di tangan,
pergelangan,
dan/atau
lengan.
Kesulitan
menggerakan
tangan.
|
Gerakan
yang berulang-ulang.
|
Cidera
|
Gejala
|
Penyebab
|
Tenosynovitis : radang pada
tendon dan/atau pangkal
tendon
|
Sakit,
bengkak, sulit
menggerakan
tangan.
|
Gerakan yang berulang-ulang
dan berat. Dapat
disebabkan oleh
peningkatan kerja yang
tiba-tiba,
atau pengenalan
pada
proses baru.
|
Tegang pada leher atau bahu: radang pada tendon dan
atau
pangkal
tendon
|
Rasa
sakit di leher dan
bahu
|
Menahan
postur yang kaku
|
Gerakan jari yang tersentak :
radang
pada tendon dan/atau
pangkal
tendon di jari
|
Kesulitan menggerakkan
jari dengan pelan, dengan
atau
tanpa rasa sakit
|
Gerakan
berulang-ulang.
Terlalu
lama mencengkam,
terlalu keras atau terlalu
sering
|
4.5 Pengevaluasian Kesehatan,
Keselamatan dan Keamanan di Tempat Kerja
Aktivitas utama dalam mengevaluasi bahaya di tempat kerja
adalah :
A. Pengamatan
di lokasi kepada proses produksi dan cara kerja
B. Wawancara
dengan perkerja dan supervisor
C. Survai
terhadap lingkungan kerja, peralatan, dan pekerja
D. Penelaahan
terdahap dokumen yang diperlukan dari perusahaan
E. Pengukuran
dan monitor terhadap efek bahaya bagi pekerja
F. Pembandingan
dari hasil monitor terhadap peraturan yang ada
dan/atau merekomendasikan petunjuk mengenai
batas-batas
yang harus diikuti untuk meningkatkan keselamatan kerja
4.5.1. Pengamatan di Lokasi
Hal penting yang harus diingat dalam melakukan pengamatan
kerja
adalah :
·
Mengerti proses produksi dari awal hingga
akhir
·
Mengamati seluruh tahap kerja untuk setiap operasi
beberapa kali untuk dapat mengerti bagaimana pekerjaan dilakukan
·
Mengidentifikasi bahaya yang mungkin timbul
secara langsung atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan segera dan yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan secara bertahap (kronis)
·
Mendokumentasikan semua pengamatan yang dilakukan menggunakan :
- Daftar
tertulis
- Menuliskan model dan nomor seri dari
peralatan
- Mengukur peralatan yang ada dan membuat denah
lingkungan kerja
- Mengambil foto terhadap bagian tertentu dan
lingkungan
Sekitarnya
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
·
Wignjosoebroto, Sritomo,”Ergonomi Studi Gerak dan Waktu”,
PT. Guna Widya, Jakarta, 1995.
Website:
·
http://www.wikipedia.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar